Minggu, 14 Maret 2010

KESAKSIAN WILIARDI WIZAR DALAM KASUS PEMBUNUHAN DIREKTUR PUTRA RAJAWALI BANJARAN NASRUDIN ZULKARNAEN ISKANDAR

KESAKSIAN WILIARDI WIZAR DALAM KASUS PEMBUNUHAN DIREKTUR PUTRA RAJAWALI BANJARAN
NASRUDIN ZULKARNAEN ISKANDAR
Oleh: Sugiarto, NPM : 7109208, MHS UID Angk XI
Dosen : Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A

I. Latar Belakang
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, kasus pembunuhan Direktur PT. Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen Iskandar telah membuat gempar semua pihak baik dari Masyarakat, Aparat Penegak Hukum, bahkan Para Pejabat Pemerintahan juga turut terperangah dengan ditangkapnya Ketua KPK Non aktif Antasari Ashar dan mantan Kaplres Jakarta Selatan Kombes Pol Wiliardi Wizar.
Pengungkapan kasus ini berawal dari kesaksian para saksi di lokasi penembakan, kemudian polisi menemukan motor Yamaha Scorpio yang digunakan pelaku penembakan.
Adapun kronologi dari kasus ini dalah sebagai berikut :
1. Dari hasil olah TKP yang dilakukan Tim Labfor Mabes Polri dan hasil analisa dari keterangan saksi yang ada di TKP diperoleh informasi bahwa pelaku menggunakan sepeda motor Yamaha Scorpio warna biru dan dibuatkan sketsa wajah pelaku dari keterangan saksi Sarwin yang berada di dekat TKP. Sarwin merupakan saksi yang saat kejadian penembakan, berada hanya 5 meter dari mobil Nasrudin.
2. Selanjutnya dilakukan penyelidikan dan diperoleh informasi adanya seseorang yang memiliki kendaraan roda dua dengan ciri-ciri seperti yang di TKP dengan pemilik bernama Heri Santosa, beralamat di Menteng Atas Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. Setelah dilakukan pengecekan ke alamat tersebut, ditemukan sebuah sepeda motor Yamaha Scorpio warna biru no pol B 6862 SNY dan selanjutnya dilakukan penangkapan terhadap tersangka Heri Santosa. Heri Santosa mengaku sebagai pengemudi sepeda motor (pilot) dalam penembakan terhadap korban Nasrudin.
3. Heri Santosa mengaku saat kejadian dia mengendarai kendaraan tersebut bersama-sama dengan Daniel yang melakukan penembakan sebanyak dua kali terhadap korban dari arah sisi kiri kendaraan BMW B 191 E warna silver di Jalan Hartono Raya Kompleks Modern Land, sekitar 900 meter dari lapangan Golf Modern Land Tangerang pada Sabtu, 14 Maret 2009 sekitar pukul 14.00 WIB, sesaat setelah korban selesai bermain golf. Dalam pemeriksaan, diperoleh keterangan bahwa Heri Santosa dan Daniel mendapatkan pesanan untuk melakukan pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen dari Hendrikus Kia Walen.
4. Selanjutnya dilakukan penangkapan terhadap Hendrikus Kia Walen di Menteng Dalam Atas Jakarta Pusat. Rumah Hendrikus hanya berjarak sekitar 50 meter dari rumah Heri Santosa. Pengakuan Hendrikus, di lokasi penembakan saat itu adalah Heri Santosa (sebagai pilot), Daniel (sebagai eksekutor) dengan menggunakan sepeda motor Yamaha Scorpio warna biru, sementara Fransiskus Alias Ansidan sdr SEI (sebagai pengawas) dengan menggunakan kendaraan Avanza B 8870 NP. Hendrikus Kia Walen sebagai penerima dan pemberi order. Dari keterangan Hendrikus diketahui bahwa Hedrikus menerima uang sebesar Rp 400 juta dari Edo, dengan perincian: dibagikan ke masing-masing Heri Santoso Rp 70 juta, Daniel Rp 70 juta, Amsi Rp 30 juta, Sei Rp 20 juta, dan sisanya untuk Hendrikus serta biaya operasional sebesar Rp 100 juta.
5. Dari hasil pemeriksaan terhadap Hendrikus diketahui bahwa senjata api yang digunakan jenis Revolver kaliber 38 berikut peluru 6 butir yang masih ada di dalam silinder, dua sudah ditembakkan dan empat masih belum ditembakkan yang ditanam di halaman rumah di Tebet Jakarta Selatan. Selanjutnya senjata api itu disita dan dilakukan uji balistik Labfor Mabes Polri. Hasilnya, peluru itu identik dengan anak peluru yang ditemukan di tubuh Nasrudin.
6. Dari pengakuan Hendrikus, diperoleh keterangan tentang keberadaan Fransiskus. Polisi akhirnya menangkap Fransiskus alias Amsi di Batu Ceper Kali Deres Jakarta Barat. Saat diperiksa, Amsi mendapat uang Rp 30 juta, kemudian Hendrikus memberi dana operasional kepada Fransiskus sebesar Rp 15 juta untuk membeli senjata api dan sebesar Rp 5 juta untuk menyewa kendaraan Avanza.
7. Dari hasil peneriksaan Heri Santosa, dilakukan penangkapan terhadap Daniel (penembak/eksekutor) di Pelabuhan Tanjung Priok sewaktu pulang dari Flores dengan menggunakan kapal laut Silimau. Saat diperiksa, Daniel mengaku mendapatkan pesanan penembakan terhadap Nasrudin dengan mendapat imbalan uang Rp 70 juta.
8. Kepada polisi, Hendrikus mendapat pesanan penembakan terhadap Nasrudin dari Eduardus Ndopo Mbete alias Edo. Kemudian polisi menangkap Edo di rumahnya di Jalan Jati Asih Bekasi. Edo mengakui dan membenarkan pengakuan Hendrikus. Kemudian dilakukan pendalaman terhadap Edo untuk mengetahui motif dan siapa yang menyuruh Edo untuk melakukan penembakan terhadap Nasrudin.
9. Saat diperiksa, Edo mengaku mendapat perintah untuk membunuh korban dari Wiliardi Wizar (Kombes Polisi). Edo bisa bertemu Wiliardi atas prakarsa Jerry. Sebelumnya Wiliardi meminta Jerry untuk mencari orang yang dapat melakukan pembunuhan terhadap Nasrudin. Untuk itu, Jerry kemudian mengatur pertemuan Wiliardi dengan Edo di Halai Bowling Ancol. Selanjutnya dilakukan penangkapan terhadap Jerry di Perumahan Permata Buana Jakarta Barat.
10. Jerry mengaku bahwa Wiliardi bertemu dirinya di Halai Bowling Ancol untuk mencari orang yang dapat melakukan pembunuhan terhadap Nasrudin. Saat itu, dia mempertemukan Wiliardi dengan Edo. Saat itu, Edo dijanjikan imbalan Rp 500 juta. Pada pertemuan itu, diserahkan foto korban dan foto mobil yang biasa digunakan korban kepada Edo.
11. Kepada polisi, Edo mengaku menerima uang sebesar Rp 500 juta dari Wiliardi di lapangan parkir Citos (Cilandak Town Square) Jakarta Selatan. Berdasarkan keterangan Edo dan Jerry, selanjutnya dilakukan penangkapan terhadap Wiliardi Wizar di Taman Ubud Lippo Karawaci Tangerang.
12. Dari pemeriksaan Wiliardi, diperoleh keterangan bahwa uang yang diserahkan kepada Edo berasal dari Sigid Haryo Wibisono dan atas sepengetahuan Antasari. Sebab, saat Sigid memberikan Rp 500 juta kepada Wiliardi, Sigid menelepon Antasari untuk mengkonfirmasi penyerahan uang tersebut sebagai biaya operasional di lapangan. Maka pada hari Selasa 28 April 2009, polisi menangkap Sigid di Jalan Pati Unus 35 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
13. Dari hasil pemeriksaan Wiliardi dan Sigid diperoleh keterangan bahwa yang mempunyai keinginan untuk menghilangkan nyawa Nasrudin adalah Antasari Azhar. Sebab, Nasrudin sering meneror dan memeras Antasari dengan ancaman akan membongkar perselingkuhan Antasari dengan istri siri Nasrudin bernama Rani yang terjadi Hotel Grand Mahakam Kebayoran Baru Jaksel sekitar bulan Mei 2008. Karena ancaman tersebut dirasakan sudah sangat mengganggu baik diri pribadi maupun istri dari Antasari, maka Sigid menghubungi Wiliardi untuk meminta bantuan pembunuhan terhadap Nasrudin.
Berdasarkan hasil penyidikan (pengakuan tersangka Edo dan Jerry) tersebut diatas, maka patut diduga bahwa Kombes Pol Wiliardi Wizar terlibat dalam kasusu Pembunuhan Direktur PT. Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen Iskandar sebagai pemberi perintah atas kasus pembunuhan tersebut dan didakwa telah melanggar Pasal 340 Kitab Unang-undang Hukun Acara Pidana tentang pembunuhan berencana.yaitu “barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau prnjara seumur hidup atau atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun”.

II. Permasalahan
Pengakuan Kombes Pol Wiliardi Wizar dalam sidang kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen dengan terdakwa mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Ashar pada tanggal 10 November 2009 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah membantah semua isi Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat oleh Penyidik Polri. Wiliardi menyebut Irjen Pol Hadiatmoko dan Brigjen Pol Iriawan Dahlan telah menekannya dalam proses pemeriksaan dan mengaku bahwa kasus Antasari telah dikondisikan oleh sejumlah petinggi Polri.
Dalam sidang lanjutan dugaan pembunuhan berencana terhadap bos PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen, dengan terdakwa Antasari Azhar, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/11).Irjen (Pol) Hadiatmoko membantah kesaksian Kombes (Pol) Williardi Wizard mengenai Antasari Azhar yang dijadikan sasaran pihak kepolisian untuk dijadikan terdakwa. Hadiatmoko mengaku tidak pernah memerintahkan bawahannya atau menyuruh Wiliardi menandatangi BAP yang isinya disesuaikan dengan BAP Sigid Haryo Wibisono.
Sesuai ketentuan Pasal 185 ayat (1) Kitab Unang-undang Hukun Acara Pidana disebutkan, keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di siding pengadilan. Jadi Hakim, Jaksa dan Pengacara memegang keterangan saksi yang diberikan di depan persidangan. Saksi yang mencabut BAP di depan persidangan tidak boleh dipandang sebagai pembohong, Tidak hanya Hakim yang bertugas mencari keadilan, tetapi juga jaksa dan Pengacara mengagungkan keadilan , bukan mencari kemenangan.
Melihat rumitnya kasus pembunuhan Direktur PT. Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen Iskandar tersebut, hakim dituntut untuk bisa menggali lebih jauh dan membuktikan bahwa apa yang telah dituduhkan kepada para terdakwa benar adanya sehingga penjatuhan hukuman yang diambil akan memenuhi rasa keadilan. Kredibilitas hakim dalam kasus ini benar-benar diuji apakah memang apart penegak hukum tersebut dapat dengan sungguh-sungguh mampu melakukan penagakkan hukum sesusi dengan harapan masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dilihat dari sudut pandang Sosiologi Hukum, maka kasus ini dapat memperburuk citra institusi Polri dimata masyarakat. Kesaksian Kombes (Pol) Williardi Wizard tersebut juga dapat semakin menghilangkan kepercayaan rakyat Indonesia dalam proses penegakan hukum. Oleh karena itu keterangan Wiliardi tersebut harus diusut tuntas agar tidak membawa preseden buruk dalam penegakan hukum di Indonesia.
Penegakan hukum yang baik akan memberikan kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia, termasuk dalam iklim usaha.

III. Kesimpulan
1. Kesaksian Kombes Pol Wiliardi Wizar dalam sidang kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen dengan terdakwa mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Ashar pada tanggal 10 November 2009 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan perlu ditindak lanjuti karena berkaitan dengan kepentingan pemerintah dalam upaya penegakan hukum dan pemberantasan mafia peradilan.
2. Dalam memutuskan perkara hendaknya hakim sungguh-sungguh berpijak kepada penegakkan hukum sebagaimana mestija bukan untuk mencari kemenangan.
3. Pengenaan Pasal 340 KUHP terhadap Kombes Pol Wiliardi Wizar dengan ancaman hukuman mati, menurut hemat saya kurang tepat mengingat peran yang bersangkutan bukan sebagai eksekutor atau aktor intelektual akan tetapi perannya hanya sebagai perantara sehingga ancaman hukum yang paling relevan untuk diberikan adalah penjara selama-lamanya dua puluh tahun.
4. Dari aspek Sosiologo Hukum, keterangan Kombes Pol Wiliardi Wizar dalam persidangan tersebut telah memperburuk citra institusi Polri dimata masyarakat dan semakin menghilangkan kepercayaan rakyat Indonesia dalam proses penegakan hokum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar