Minggu, 14 Maret 2010

FAKTOR – FAKTOR YANG MELAHIRKAN “PERADILAN MASA” DI LIHAT DARI ASPEK SOSIOLOGI HUKUM

FAKTOR – FAKTOR YANG MELAHIRKAN “PERADILAN MASA”
DI LIHAT DARI ASPEK SOSIOLOGI HUKUM
Oleh: Sumaryamti. Angkatan XI UID
Dosen: Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A.

Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis. Pendekatan yuridis empiris (pendekatan kenyataan hukum dalam masyarakat). Bahwa keputusan seorang hakim dalam memvonis perkara (selain bersandar pada peraturan hukum positif) harus pula didasarkan/memperhatikan perasaan keadilan yang berkembang di masyarakat. Dimaklumatkan dalam doktrin hukum yang sudah masyhur, bahwa dalam mengetok palu vonis, hakim memang dapat membuat hukum baru (inovasi yang kemudian dapat menjadi preseden baru) sesuai perkembangan perasaan keadilan masyarakat.
Kemunculan inovasi dan preseden baru, tentu sangat jarang terjadi dalam sejarah peradilan di balik tembok gedung pengadilan. Bagaimanapun juga, bersikap konservatif, yakni berpegangan pada hukum positif yang ada, dan atau preseden sudah ada, adalah sikap umum dari insan penegak hukum. Mungkin dalam rangka menjaga equilibrium di tengah perkembangan masyarakat. Memang sudah menjadi keniscayaan, bahwa hukum positif selalu tertinggal satu langkah dari perkembangan masyarakat.
Hukum tertinggal, apabila hukum tersebut tidak memenuhi kebutuhan masyarakat pada suatu waktu dan tempat tertentu. Tertinggalnya hukum terhadap bidang-bidang lainnya baru terjadi apabila hukum tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada suatu ketika, apalagi perubahan-perubahan dibidang lainnya telah melembaga serta menunjukan suatu kemantapan.
Prinsip ketertinggalan hukum positif dari perkembangan sosial ini, seharus disadari oleh setiap insan penegakan hukum. Tetapi selama ini, tidak pernah jelas : Bagaimanakah methodologi (bagi seorang hakim) dalam menyerap dan kemudian mengimplikasikan rasa keadilan masyarakat, untuk dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan (vonis)?. Apa indikator perkembangan sosial masyarakat yang dapat dijadikan pegangan dalam membuat “perkembangan hukum” alias cukup kuat untuk menjadi landasan sebuah preseden hukum baru?. Kemudian : kepekaan dan perasaan kemanusiaan seperti apa yang harus dimiliki oleh seorang hakim (jaksa serta pengacara) sehingga mereka mampu berpikir dan merasakan keadilan yang lebih luas dari batasan pasal-pasal hukum positif?.
Contoh kasus Prita vs RS Omni, kasus pengadilan Prita (vonis dilawan dengan pengumpulan koin) harusnya menjadi cambuk yang melecut hati dan kesadaran setiap insan peradilan. Bahwa akhirnya masyarakat melawan tindakan orang-orang di balik tembok peradilan (yang tidak mampu mengartikulasi perkembangan sosial). Masyarakat melawan “vonis yang buta perkembangan sosial” dengan sebuah aksi sosial. Bahkan vonis pengadilan (yang sekadar berpegang pada pasal di atas kertas peraturan hukum positif, dan tidak lagi peduli pada perkembangan sosial real masyarakat, karena insan hukum yang tidak mampu/tidak peduli terhadap perkembangan masyarakat), dalam kasus Pritha ini telah langsung “naik banding” ke pengadilan tertinggi di dunia, yakni pengadilan rakyat. Kemudian vonis hakim pada peradilan yang “lebih rendah” itu, oleh pengadilan rakyat ini “disempurnakan” dengan sumbangan uang koin.
Pro Justicia, demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa..., ternyata khalayak awam telah sukses menggantikan vonis hakim pengadilan dengan vonis mereka sendiri. Apakah kemudian insan di balik meja hijau peradilan, jadi tersentak?, jadi tersinggung?, menjadi tersadar?, menjadi malu? ataukah menjadi tercerahkan? Umumnya insan peradilan tidak akan merasakan perasaan apa-apa. Seolah perkembangan ini, segala fenomena sosial ini, belum berarti apa-apa. Bahkan sangat mungkin, tidak akan dianggap terkait, dengan profesi penegakan hukum dan sistem peradilan kita. Banyak sekali aspek-aspek keputusan pengadilan yang belum mendapat penelitian yang sebenarnya akan berguna bagi perkembangan hukum di Indonesia serta proses peradilan pada khususnya.
Suatu penelitian yang juga akan berguna adalah penelitian terhadap peranan hakim dalam mengubah masyarakat melalui keputusan-keputusannya. Hukum positif tertulis tak akan selalu dapat mengikuti perubahan atau mengubah masyarakat, karena sifatnya yang relatif kaku. Oleh karena itu, maka peranan hakim adalah penting, untuk mengisi kekurangan-kekurangan yang ada pada hukum positif tertulis dalam konteks perubahan masyarakat.
Dengan keputusan-keputusannya diharapkan bahwa seorang hakim memperkuat kehidupan norma hukum yang bersangkutan. Masyarakat selalu bergerak dan rasa keadilanpun berubah-rubah, sehingga pada suatu waktu hakim dapat memberikan keputusan yang menyimpang dari keputusan-keputusan yang diambil pada waktu yang lampau mengenai hal-hal yang serupa, oleh sebab itu kenyataan sosial di dalam masyarakat berubah, sehingaa keadaan yang baru tersebut menghendaki penetapan-penetapan baru.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kehidupan sosial dalam masyarakat yang berorientasi kepada proses pembentukan hukum dalam mencapai tujuannya. Terhadap perubahan norma hukum sehingga fungsi hukum sebagai social control dan social engineering dapat terwujud. Social control biasanya diartikan sebagai suatu proses baik yang direncanakan maupun tidak yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi sistem kaidah dan nilai yang berlaku. Sedangkan social engineering diartikan hukum berfungsi sebagai alat untuk mengubah masyarakat. Engineering adalah perubahan-perubahan norma dan nilai-nilai yang terjadi dalam masyarakat seiring denga terjadinya perubahan (perkembangan) kebudayaan dalam masyarakat itu sendiri.
Berkaitan dalam hal penggunaan hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat. Faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.Mempelajari efek sosial yang nyata dari lembaga-lembaga serta ajaran-ajaran hukum
2.Melakukan studi sosiologi dalam mempersiapkan peraturan perundang-undangan serta dampak yang ditimbulkan dari undang-undang itu.
3.Melakukan studi tentang peraturan perundang-undangan yang efektif.
4.Memperhatikan sejarah hukum tentang bagaimana suatu hukum itu muncul dan bagaimana diterapkan dalam masyarakat.
Perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat dapat terjadi karena bermacam-macam sebab. Suatu perubahan lebih mudah terjadi apabila suatu masyarakat sering mengadakan kontak dengan masyarakat lain atau telah mempunyai sistem pendidikan yang lebih maju. Sebagai sarana sosial engineering, hukum merupakan suatu sarana yang ditujukan untuk mengubah perilaku warga masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar, Cet. 33, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002.
Soekanto, Soerjono. Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Cet. 17, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007.
Ali, Zainuddin. Sosiologi Hukum, Cet. 4, Jakarta : Sinar Grafika, 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar