Minggu, 14 Maret 2010

HUKUM BUKAN SEPERANGKAT ATURAN STATIS MELAINKAN REFLEKSI DARI KARAKTERISTIK SOSIAL

HUKUM BUKAN SEPERANGKAT ATURAN STATIS MELAINKAN REFLEKSI DARI KARAKTERISTIK SOSIAL
Oleh: FADHILAH, NPM 7109089
Dosen : Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu kenyataan hidup bahwa manusia itu tidak sendiri. Ia hidup berdamping-dampingan bahkan berkolompok-kelompok dan sering mengadakan hubungan antar sesamanya. Hubungan yang terjadi berkenaan dengan kebutuhan akan hidupnya yang tidak mungkin selalu dapat dipenuhi sendiri. Kebutuhan hidup manusia itu bermacam-macam pemenuhannya tergantung dari hasil yang diperoleh dalam upaya yang dilakukan. Setiap waktu manusia ingin memenuhi kebutuhannya dengan baik.
Kalau dalam saat bersamaan dua manusia ingin memenuhi kebutuhan yang juga sama dengan obyek kebutuhan yang hanya satu (1) dan kedua-duanya tidak mau mengalah, maka akan terjadi bentrokan. Suatu bentrokan akan terjadi juga kalau hubungan antara manusia satu dan lainnya tidak memenuhi kewajibannya. Hal-hal yang terjadi semacam itu sebenarnya sebagai akibat dari tingkah laku manusia yang mau bebas. Suatu kebebasan dalam tingkah laku manusia tidak selamanya akan menghasilkan suatu kebaikan. Apalagi kalau kebebasan tingkah lakunya itu tidak dapat diterima oleh kelompok sosial, baik dalam situasi kebersamaan maupun dalam situasi kebebasan tingkah laku.
Ketentuan-ketentuan yang diperlukan hendaklah merupakan ketentuan yang timbul dari dalam pergaulan hidup atas kesadarannya; dan biasanya dinamakan hukum. Jadi hukum adalah ketentuan-ketentuan yang timbul dari dan dalam pergaulan hidup manusia. Timbulnya berdasarkan rasa kesadaran manusia itu sendiri, sebagai gejala-gejala sosial yang merupakan hasil dari pengukuran baik tentang tingkah-laku manusia di dalam pergaulan hidup manusia.
B. Rumusan Masalah
Apa dan bagaimana sesungguhnya peran sosiologi itu dalam aspek kehidupan manusia ?
C. Tujuan
Untuk memperoleh suatu gambaran realitas kehidupan manusia sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk sosial


D. Manfaat
Dalam penulisan makalah ini ada dua manfaat yang diperoleh yakni manfaat internal dan manfaat eksternal.
Manfaat internal adalah suatu manfaat yang diperoleh melalui suatu perenungan diri seseorang dan melalui membaca berbagai literatur yang bermanfaat. Sedangkan manfaat eksternal adalah manfaat yang diperoleh melalui bimbingan dari seseorang, baik sercara sengaja maupun secara tidak sengaja dilakukan oleh seseorang.
























BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Sosiologi
Sosiologi berdasarkan fungsi dan perannya dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai bagian dari keteraturan hidup dalam masyarakat. Hal ini berlangsung karena manusia selalu dalam hidup bersama kapan dan dimana saja.
Sosiologi hukum adalah merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara emperis dan analitis mempelajari hubungan timbal balik antara hukum sebagai gejala sosial, dengan gejala-gejala sosial lain. Ini karena sejak dilahirkan di dunia ini manusia telah sadar bahwa dia merupakan bagian dari kesatuan manusia yang lebih besar dan lebih luas lagi dan bahwa kesatuan manusai memiliki kebudayaan selain itu, manusia sebetulnya telah mengetahui bahwa kehidupan mereka dalam masyarakat pada hakikatnya diatur oleh bermacam-macam aturan dan podoman.
Sosiologi hukum juga dapat membantu untuk memberikan kejelasan mengenai kemampuan yang ada pada undang-undang serta pengaruh-pengaruh apa saja yang dapat ditimbulkan oleh bekerjanya undang-undang itu dalam masyarakat. Hukum secara sosiologis adalah merupakan suatu lembaga kemasyarakatan sosial institution yang merupakan himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah, dan pola-pola perilaku yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan pokok manusia.
Vinogradogf ”mengemukakan bahwa norma hukum itu tumbuh dari praktek- praktek yang dijalankan oleh anggota masyarakat dalam hubungan satu sama lain yang diukur oleh pertimbangan kepatutan”.


2. Ciri-Ciri Utama Sosiologi Hukum
1. Bersifat empiris yaitu didasarkan pada observasi terhadap kenyataan, tidak bersifat spekulatif
2. Bersifat teoritis yaitu menyusun atraksi dari hasil observasi, bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
3. Bersifat komulatif yaitu bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki teori-teori lama.
4. bersifat non etis yaitu tidak mempersoalkan soal baik buruk fakta akan tetapi menjelaskan fakta secara analitis.
3. Manusia Dalam Keteraturannya
Pada prinsipnya manusia adalah merupakan makhluk hidup yang sering berperilaku dan bertindak yang bukan saja merespon, akan tetapi juga beraksi dan dengan aksinya itu lah, sehingga terciptalah satuan-satuan kegiatan untuk menghilangkan kebimbangan, kecemasan, dan membangun percaya diri, serta gairah dalam kehidupan. Namun, semuanya berjalan dengan kekerasan, kekotoran, kesendirian, prinsip hidup yang pendek, diliputi rasa takut, manakala tidak adanya sistem sosial (aturan sosial) untuk menertibkan dan mengorganisir, maka keberadaan peraturan-perundangan, maka hukumlah sebagai alat kontrolnya (hukum sebagai kontrol sosial dan sistem sosial).
Sesuai struktur hukum dalam suatu Negara bahwa hukum yang paling tinggi dalam suatu Negara adalah hukum Negara dalam hal peraturan perundangan atau hukum yang berada di bawahnya harus tunduk dan tidak boleh bertentangan dengan hukum Negara. Plato, T. Hobbes, dan Hegel, bahwa hukum Negara lebih tinggi dari hukum yang lain yang bertentangan dengan hukum Negara.
Setiap Warga Negara adalah sama di hadapan hukum, di sisi lain warga Negara juga berkewajiban mematuhi hukum sepanjang dalam proses pembuatan hukum tersebut, masyarakat dilibatkan secara aktif sehingga adanya hukum dengan segala peraturan organik dan perangkat sanksinya diketahui, dimaknai, dan disetujui masyarakat serta hukum dijadikan kesedapan hidup (wellevendheid atau kesedapan pergaulan hidup). Harold J. Laksi dalam Sabian Usman (2005) menyatakan ”bahwa negara berkewajiban mematuhi hukum, jika hukum itu memuaskan rasa keadilan”.
Sesungguhnya sistem hukum bukanlah semata Cuma seperangkat aturan statis melainkan refleksi yang senantiasa berubah-ubah dari perkembangan terutama hubungan keragaman karakteristik sosial yang hidup dalam masyarakat, baik masyarakat tradisional maupun masyarakat moderen, baik perubahan secara cepat maupun perubahan secara lambat. Sejalan dengan pemikiran bahwa hukum adalah reflektif dari keragaman karakteristik sosial, maka tidak ada hukum yang tidak mengalami perubahan dan perubahan itu adalah senantiasa produk konflik.
D. Interaksi dan Arti Hukum Negara dalam Sosiologi
Pengertian hukum Negara menurut Van Apeldoorn dalam Kusnardi dan Ibrahim (1998) adalah Hukum Negara dalam arti sempit menunjukan orang-orang yang memegang kekuasaan pemerintahan dan batas-batas kekuasaannya. Apeldoorn juga memakai istilah Hukum Negara dalam arti sempit sama artinya dengan istilah Hukum Tata Negara dalam arti sempit, kecuali Hukum Tata Negara dalam arti luas adalah termasuk dalam Hukum Negara yang hanya Apeldroon maksudkan ialah tentang tugas, hak dan kewajiban alat-alat perlengkapan negara, dia tidak menyinggung tentang kewarganegaraan dan hak asasi manusia.
Hukum sebenarnya adalah bagian keajekan pergaulan hidup, namun terdapat dua personal pokok, yaitu apakah perilaku ( behavior ) yang ajek atau hanya berupa kebiasaan sekali saja sudah merupakan hukum dan bagaimanapula kita membedakan keduanya sebagaimana dikatakan Hoebel dalam Purnadi Purbacaraka dan Soekanto(1982). ” law is obvionsly a complex of human behavior.
Hal ini oleh L.J. van Apeldoorn (1966) dalam Purnadi Purwacaraka & Soekanto (1983)26 menyatakan: ” Zo zijn er dus voor het onstaan van gewoontercht twee vereisten; een van materiele aard; een constant gebruik: een van psychologischen (niet individueel maar grouppsycho-logischen) aard; de overtuiging van rechtsplicht (opinio necessitatis)”.
Menurut Apeldoorn tersebut terdapat dua syarat bagi timbulnya hukum kebiasaan, yaitu: bersifat materiil; kebiasaan yang ajek, dan yang bersifat spikologis sosial (bukan psikologis individual): kesadaran akan adanya suatu kewajiban menurut hukum. Jadi sikap tindak (social action) atau perilaku yang ajek dan keyakinan atau pun kesadaran akan kewajiban hukum adalah unsur dari hukum. Sedangkan hukum itu sendiri adalah proses untuk keteraturan dan aturan kedamaian sebagaimana pandangan Apeldoorn bahwa ” Het rech Wil den Vrede” (tujuan hukum adalah kedamaian).
Hubungan hukum dengan negara, kaitannya dengan kajian sosiologis, berangkat dari pemikiran bahwa sosiologi hukum bukanlah hanya hukum sebuah cita-cita atau suatu keharusan belaka (law in book), tetapi lebih kepada proses hukum yang senyatanya hidup berkembang di masyarakat (law in action). Begitu pula halnya hukum dan negara dalam tinjauan sosiologis.
4. Kekuasaan Menurut Weber
Berbeda dengan dari Mchiavelli dan Hobbeas, Max Weber (1864-1920) mengaitkan kuasa dengan konsepsinya mengenai tindakan. Setiap tindakan menurutnya bisa bersifat : pertama, rasional bertujuan (zwecrational), kedua, rasional nilai (wertrational),dan ketiga, bersifat efektifitas-emosional atau berupa perilaku kebiasaan sebagai ekspresi dari adat istiadat yang telah tertata.Dalam mendefinisikan kuasa, Weber menganggap bahwa kuasa merupakan kesempatan indifidu dalam interaksi sosial untuk mewujudkan keinginannya dalam suatu tindakan komunal meskipun melawan arus tantangan dan resistensi individu lain yang terlibat dalam tindakan tersebut.
Kuasa bagi Weber serupa dominasi (Herrschaft),karena suatu perintah dari suatu otoritas menurutnya akan dipatuhi oleh sekelompok orang tertentu.Defenisi bahwa kuasa merupakan dominasi ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Pertama, kekuasaan itu diuji dan dipraktekkan oleh tiap indifidu yang karenanya melibatkan pilihan (choice), pelaku(agency) dan tujuan (intensity). Kedua kekuasaan itu melibatkan pikiran dan niat pelaku, yaitu seorang idividu yang berupaya mencapai tujuan-tujuan (goals) yang diinginkannya.
Ketiga kekuasaan itu diuji keorang lain karenanya,memungkinkan terjadinya perlawanan dan konflik. Untuk itu, keempat, dalam tiap praktek dan relasi kekuasaan akan muncul perbedaan kepentingan antara mereka memiliki kekuasan (powerful) dan mereka yang tidak (powerless). Kelima, karena terjadi pertentangan dan perselisihan, kekuasaan dinilai negatif oleh mereka yang menjadi korban dominasi.
Dapat dikatakan bahwa defenisi Weber tentang kuasa diatas merupakan yang paling diterima luas dikalangan sosiolog dan sering kali diposisikan sebagai kanon (norma,ukuran) para pengamat mazhab realisme politik.





















BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tujuan sosiologi hukum didalam kenyataan seperti berikut
1. Berguna bagi kemampuan memahami hukum didalam konteks sosial
2. Memberikan kemampuan untuk mengadakan analisa-analisa terhadap efektifitas hukum dalam masyarakat baik sebagai sarana pengendalian sosial, menguabah masyarakat, mengatur interaksi sosial agar mencapai keadaan sosial yang tertentu.
3. Memberikan kemungkinan-kemungkinan dan kemampuan untuk mengadakan efaluasi terhadap efektifitas hukum didalam masyarakat.
4. Menunggkapkan idiologi dan falsafah yang mempengaruhi perencanaan, pembentukan dan penegakan hukum di masyarakat.
B. SARAN
Sosiologi Hukum mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat, jadi sangat besar manfaatnya jika kita mempelajari tentang sosiologi hukum, karena didalamnya terdapat berbagai konsep dan fenomena-fenomena hidup manusia sebagai makhluk pribadi sekaligus sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa kehadiran orang lain dalam pergaulannya.
Oleh karena itu, sosiologi hukum sebaiknya dijadikan sebagai matakuliah wajib bagi mahasiswa baik mahasiswa Strata 1 (satu ) terlebih lagi mahasiswa Strata 2 (dua) karena kajiannya menyangkut masalah keteraturan dalam pergaulan hidup manusia

Daftar pustaka
Soerjono Soekanto,Sosiologi suatu pengantar ( Jakarta, PT Raja Grafindo Persada 2005
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum ( Jakarta, PT Raja Grafindo Persada 2005 )
Sacipto Raharjo, Hukum dan Masyarakat ( Bandung, penerbit angkasa tt )
Soejono, Dirdjosisworo, Pengantar ilmu hukum ( Jakarta, PT Raja Grafindo Persada 2003)
http/www. gogle

1 komentar:

  1. Fadhilah Yth. Maaf sblumnya. Trimks apresiasi atas pmkiran sy, nmun sdkit sy lruskan ttg ktipan agr trang n jelas antara landasan n proposisi, sbgmna hal: 1) anda mngtip tlsan sy "...negara wajib ..." sbnarnya "...warga negara..." (makna negara sgt berbda dgn warga negara), tlg baca kmbali bku sy "Mngenal Soslogi Hkum", Media Pustaka,(2005:56)n kl ada bku sy dlm ktipan tlg jg ada dlm daftar rujukan, 2)proposisi sy yg lbh komprehensif lhat buku sy "Anatomi Konflik Nelayan",Pstaka Pelajar,2007:262, 3)kaitan Sosiologi Hukum, klau brkenan bisa baca bku sy "Dasar2 Sssiologi Hkum", Pustaka Peljar (2009). Mhn kranya ber-hati2 dlm mngutip sbg rujukan shg kita sama2 mnikmati hakekat dari suatu kemurnian dan kejujuran ilmiah. OK. smg ada manfaatnya.

    BalasHapus